Buih udara dingin dikala shubuh hari,
menapak lekat kian lembab memiliki dahi,
wajar ketika birahi memenuhi suasana hati,
mengeluhkan segala emosi pribadi meniti,
Bunyi pintu kamar yang terketuk oleh angin waktu itu,
menghantarkan sebuah bingkisan penalaran padaku,
terbungkus kertas kado yang berwarna kelabu ataukah biru,
semakin buram ketika mataku memaksakan untuk itu,
Bibir yang semakin pecah-pecah karena panasnya,
meneteskan air liur durjana penuh tanya akan kemana,
liuk dan pikun pikiranku untuk mengingat-ingat prahara,
ketika sebuah puisi tentang keindahan burung merak mulai terbaca,
Biar tak bisa begitu saja terbiarkan,
persoalan harus sampai tuntas terselesaikan,
menapak kaki dan pikiran semakin jauh berpikiran,
entah ini sebuah keikhlasan atau hanya beban,
No comments:
Post a Comment